Jumat, 22 Juli 2016

ikhtisar mata kuliah ilmu kalam



1.      Pembahasan ilmu kalam
1.    Dasar-dasar Qur’an dan Sejarah Kemunculan Persoalan-persoalan Kalam
a)   Nama Dan Pengertian Ilmu Kalam
Ilmu kalam biasa disebut dengan beberapa nama, antara lain : ilmu ushuluddin, ilmu tauhid, fiqh Al-Akbar, dan teologi Islam.
Ilmu Kalam yakni ilmu yang membahas berbagi masalah ketuhanan dengan menggunakan argumentasi logika atau filsafat, secara teoritis aliran salaf tidak bisa di masukkan ke dalam aliran ilmu kalam, karena aliran ini dalam masalah-masalah ketuhanan tidak menggunakan argumentasi logika dan filsafat.
b)   Sumber-Sumber Ilmu Kalam
Sumber-sumber Ilmu kalam adalah berikut ini:
1.    Al-Qur’an
Al-Qur’an banyak menyinggung hal yang berkaitan dengan masalah ketuhanan,diantaranya dalam Q.S Al-Ikhlas (122):3-4.ayat ini menunjukan bahwa Tuhan tidak beranak dan tidak pula di peranakkan, serta tidak ada sesuatupun di dunia ini yang tampak sekutu (sejajar) dengan-Nya.
Banyak ayat yang berkaitan dengan dzat, sifat, asma, perbuatan, tuntunan, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan eksistensi Tuhan. Hanya saja penjelasan rincinya tidak di temukan. Oleh sebab itu,para ahli berbeda pendapat dalam menginterpretasikan rincihannya. Pembicaraan tentang hal-hal yang berkaitan dengan ketuhanan itu disistematisasikan yang pada gilirannya menjadi sebuah ilmu yang dikenal dengan istilah ilmu kalam.
2.    Hadit’s
Hadit’s Nabi SAW.pun banyak membicarakan masalah-maslah yang dibahas ilmu kalam. Di antaranya adalah hadits Nabi yang menjelaskan hakikat keimanan,ada juga beberapa hadit’s yang di pahami oleh sebagian ulama sebagai prediksi Nabi mengenai kemunculan berbagai golongan dalam ilmu kalam,
Syeikh Abdul Qadir mengomentari bahwa hadit’s yang berkaitan dengan masalah faksi umat ini,yang merupakan salah satu kajian ilmu kalam memiliki banyak sanad. Di antara sanad yang sampai kepada Nabi adalah yang berasal dari beberapa sahabat, seperti Anas Bin Malik, Abu Hurairah, Abu Ad-Darda, Jabir, Abu Said Al-Khudri, Abu Abi Kaab, Abdullah bin Amr bin Al-Ash, Abu Ummah, dan Watsilah bin Al-Aqsa.
Ada pula riwayat yang hanya sampai kepada sahabat. Di antaranya adalah hadits yang mengatakan bahwa umat islam akan terpecah belah ke dalam beberapa golongan,di antara golongan-golongan itu hanya satu yang benar,sedangkan yang lainnya sesat. Keberadaan Hadits tersebut pada dasarnya merupakan prediksi Nabi dalam melihat yang tersimpan dalam hati para sahabatnya. Oleh sebab itu,sering dikatakan bahwa Hadits-hadits seperti itu lebih dimaksudkan sebagai peringatan bagi para sahabat dan umat Nabi tentang bahayanya perpecahan dan pentingnya persatuan.
3.    Pemikiran Manusia
Pemikiran manusia,baik berupa pemikiran umat islam ataupun pemikirab yang berasal dari luar umat islam.
Sebelum filsafat Yunani masuk dan berkembang di dunia islam,umat islam telah menggunakan pemikiran rasionalnya untuk menjelaskan hal-hal yang  berkaitan dengan ayat-ayat Al-Qur’an, terutama yang belum jelas maksudnya.keharusan dalam menggunakan rasio ternyata mendapat pijakan dari beberapa ayat Al-Qura’an,di antaranya: (Q.S Muhammad [47];24) yang artinya:
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qur’an ataukah hati mereka terkunci.”
4.    Insting
Secara instingtif, manusia selalu ingin bertuhan. Oleh sebab itu kepercayaan adanya Tuhan telah berkembang sejak adanya manusia pertama.
Dari uraian di atas dapat di simpulkan bahwa secara historis,ilmu kalam bersumber pada Al-Qur’an, hadits, pemikiran manusia dan insting. Ilmu Kalam adalah ilmu yang mempunyai objek tersendiri, tersistematiskan dan mempunyai meteodologi sendiri.
c)    Sejarah Kemunculan Persoalan-persoalan Kalam
Menurut Harun Nasution,kemunculan persoalan kalam di picu oleh persoalan politik yang menyangkut peristiwa pembunuhan Utsman bin Affan yang berbuntut pada penolakan Mu’awiyah atas kekhalifahan Ali bin Abi Thalib. Ketegangan antara Mu’awiyah dan Ali bin Abi Thalib mengkristal menjadi perang siffin yang berakhir dengan putusan tahkim (arbritase). Sikap  Ali yang menerima tipu muslihat Amr bin Al-Ash, utusan dari pihak Mu’awiyah dalam tahkim, sungguhpun dalam keadaan terpaksa tidak disetujui sebagian tentaranya. Mereka berpendapat keputusan tidak  dapat diputuskan melalui tahkim. Mereka memandang Ali telah berbuat salah sehingga mereka keluar dari barisannya. Dalam sejarah islam mereka dikenal dengan nama khawarij dan ada pula sebagian besar yang tetap mendukung Ali,mereka inilah yang kemudian  memunculkan kelompok Syi’ah.
Harun lebih lanjut melihat bahwa persoalan kalam yang pertama kali muncul adalah persoalan siapa yang kafir dan siapa yang bukan kafir. Khawarij menyebutkan bahwa orang-orang yang terlibat dalam peristiwa tahkim adalah kafir.
            Persoalan ini telah menimbulkan tiga aliran teologi dalam islam,yaitu:
1)   Aliran Khawarij, menegaskan bahwa orang yang berdosa besar adalah kafir dalam arti telah keluar dari islam,atau tegasnya murtad dan wajib dibunuh.
2)   Aliran Murji’ah, menegaskan bahwa orang yang berbuat dosa besar masih tetap mukmin dan bukan kafir. Adapun soal dosa yang dilakukannya, hal itu terserah kepada Allah untuk mengampuni atau menghukumnya.
3)   Aliran Mu’tazilah, yang tidak menerima kedua pendapat di atas. Bagi mereka, orang yang berdosa besar bukan kafir, tetapi bukan pula mukmin. Mereka mengambil posisi antara mukmin dan kafir, yang dalam bahasa Arabnya terkenal dengan istilah al-manzilah manzilatain (posisi di antara dua posisi).
Dalam Islam,timbul pula dua aliran teologi yang terkenal dengan nama Qodariyah dan Jabariyah. Menurut Qodariyah, manusia mempunyai kemerdekaan dalam kehendak dan perbuatannya. Adapun Jabariyah, berpendapat sebaliknya bahwa manusia tidak mempunyai kemerdekaan dalam kehendak dan perbuatannya.
Aliran Mu’tazilah yang bercorak rasional mendapat tantangan keras dari golongan tradisional Islam, terutama golongan Hanbali, yaitu pengikut-pengikut mazhab Ibnu Hanbal. Mereka yang menentang ini kemudian mengambil bentuk aliran teologi tradisional yang dipelopori oleh Abu Al-Hasan Al- Asy’ari (935 M). Di samping aliran Asy’ariyah, timbul pula suatu aliran di Samarkand yang juga bermaksud menentang aliran Mu’tazilah. Aliran ini didirikan oleh Abu Mansur Muhammad Al-Maturidi (w.944 M). Aliran ini kemudian terkenal denngan nama teologi Al-Maturidiyah.
Aliran-aliran Khawarij, Murji’ah, dan Mu’tazilah tak mempunyai wujud lagi, kecuali dalam sejarah. Adapun yang masih ada sampai sekarang adalah aliran Asy’ariyah dan Maturiidiyah yang keduanya disebut Ahlussunnah wal-jama’ah.
2.      Kerangka Berfikir Aliran-Aliran Ilmu Kalam
Mengkaji aliran-aliran ilmu kalam pada dasarnya merupakan kerangka berfikir dan proses  pengambilan keputusan para ulama aliran teologi dalam menyelesaikan persoalan-persoalan kalam.
Perbedaan pendapat didalam objek maslah teologi sebenarnya berkaitan erat dengan cara (metode) berpikir aliran-aliran ilmu kalam dalam menguraikan objek pengkajian (persoalan-persoalan kalam). Perbedaan metode berpikir secara garis besar dapat dikategorikan menjadi dua macam,yaitu kerangka berpikir rasional dan metode berpikir tradisional.
Teologi rasional, memberikan peranan yang besar terhadap akal. Dalam pandangan teologi ini, akal dapat mengetahui Tuhan, baik dan jahat, kewajiban mengerjakan yang baik dan menjauhi yang jahat. Adapun teologi tradisional memberikan peranan yang kecil terhadap akal. Dari empat hal yang telah disebutkan di atas, hanya mengetahui Tuhanlah yang dapat dijangkau akal, selebihnya diketahui wahyu.
Dikenal juga pengkategorian akibat adanya perbedaan kerangka berpikir dalam menyelesaikan persoalan-persoalan kalam:
1)                  Aliran Antroposentris
Aliran Antroposentris menganggap bahwa hakikat realitas transenden  bersipat intrakosmos dan impersonal. Ia berhubungan erat dengan masyarakat kosmos, baik yang natural maupun yang supranatural dalam arti unsur-unsurnya. Manusia adalah anak kosmos. Unsur supranatural dalam dirinya merupakan sumber kekuatannya. Tugas manusia adalah melepaskan unsur natural yang jahat.
2)                  Teolog Teosentris
Aliran Teosentris menganggap hakikat realitas transenden bersifat suprakosmos, personal,dan ketuhanan. Tuhan adalah pencipta segala sesuatu yang ada di kosmos ini. Ia dengan segala kekuasaan-Nya mampu berbuat apa saja secara mutlak. Sewaktu-waktu ia dapat muncul pada masyarakat kosmos. Manusia adalah ciptaan-Nya sehingga harus berkarya hanya untuk-Nya.
3)                  Aliran Konvergensi atau Sintesis
Aliran konvergensi menganggap hakikat realitas transenden bersifat supra sekaligus intrakosmos, personal dan interpersonal, makhluk dan Tuhan, sayang dan jahat, lenyap dan abadi, tambak dan abstrak dan sifat lain yang dikotomik. Aliran ini memandang bahwa manusia adalah tajjali atau cermin asma dan sifat realitas mutlak. Aliran ini berkeyakinan bahwa hakikat daya manusia adalah proses kerjasama antara daya yang transendental (Tuhan)bdalam bentuk kebijaksanaan dan daya temporal (manusia) dalam bentuk teknis.
4)                  Aliran Nihilis
Aliran Nihilis menganggap bahwa hakikat realitas transendental hanyalah ilusi. Aliran ini pun menolak Tuhan yang mutlak, tetapi menerima berbagai variasi Tuhan kosmos. Kekuatan terletak pada kecerdikan pada diri manusia sendiri sehingga mampu melakukan yang terbaik dari tawaran yang terburuk. Idealnya, manusia mempunyai kebahagiaan yang bersifat fisik, yang merupakan titik sentral perjuangan seluruh manusia.
3.    Hubungan Ilmu Kalam, Filsafat, Dan Tasawuf
Ilmu kalam, filsafat dan tasawuf mempunyai kemiripan objek kajian. Objek kajian ilmu kalam adalah tentang ketuhanan dan segala sesuatu yang berkaitan dengan-Nya. Objek kajian filsafat adalah masalah ketuhanan disamping masalah alam, manusia dan segala sesuatu yang ada. Sementara itu objek kajian tasawuf adalah tuhan yakni upaya-upaya mendekatkan diri terhadap-Nya.
4.      Tokoh, Latar Belakang dan Pemikiran Kalam Khawarij
Berdasarkan pengertian etimologi khawarij berarti setiap muslim yang ingin keluar dari kesatuan umat islam. Adapun yang dimaksud khawarij secara terminologi ilmu kalam adalah suatu skate/kelompok/aliran pengikut Ali bin Abi Thalib yang keluar meninggalkan barisan karena ketidaksepakatan terhadap keputusan Ali yang menerima arbitrase (tahkim), dalam perang siffin pada tahun 37 H/648 M, dengan kelompok bughat (pemberontak) Muawiyah bin Abi Sufyan perihal persengketaan khilafah.
Doktrin yang dikembangkan kaum khawarij dapat dikategorikan dalam tiga kategori : politik, teologi, dan sosial.kaum khawarij ini mudah mengkafirkan orang yang tidak segolongan dengan mereka walaupun orang itu adalah penganut agama islam. Islam yang benar adalah islam yang difahami dan diamalkan oleh mereka,sedangkan islam sebagaimana yang difahami dan diamalkan golongan lain tidak benar.
5.      Tokoh Latar Belakang dan Pemikiran Kalam Al-Murji’ah
Nama Murji’ah diambil dari kata irja atau arja’a yang bermakna penundaa, penangguahan, dan pengharapan. Kata arja’a mengandung pula arti memberi harapan, yakni memberikan harapan kepada pelaku dosa besar untuk mendapatkan pengampunan dari Allah. Al-Murjiah artinya orang yang menunda penjelasan kedudukan seseorang yang bersengketa,yakni Ali dan Muawiyah serta pasukannya masing-masing ke hari kiamat kelak.
Ada beberapa teori yang menjelaskan tentang kemunculan Murji’ah. Teori pertama mengatakan bahwa gagasan irja atau arja dikembangkan oleh sebagian sahabat dengan tujuan menjamin persatuan dan kesatuan umat islam ketika terjadi pertikaian politik dan juga bertujuan menghindari sektarianisme. Murji’ah baik itu sebagai kelompok politik maupun teologis, diperkirakan lahir bersamaan dengan kemunculan Syi’ah dan Khawarij. Kelompok ini merupakan musuh berat khawarij.
Harun Nasution secara garis besar membagi menjadi dua skate, yaitu golongan moderat dan golongan ekstrim. Murji’ah moderat berpendapat bahwa pelaku dosa besar tetap mukmin, tidak kafir, tidak pula kekal di neraka. Mereka disiksa sebesar dosanya, dan bila diampuni Allah maka tidak masuk neraka sama sekali. Adapun yang termasuk kelompok ekstrim adalah Al-Jahmiyah, Ash-Shalihiyah, Al-Yunusiyah, Al-Ubaidiyah, dan Al-Hasaniyah. Pendapat tiap kelompok berbeda-beda.
6.      Tokoh, Latar Belakang, dan Pemikiran Kalam Mu’tazilah
Kemunculan teologi islam diawali oleh masalah yang hampir sama dengan kedua aliran yang mebicarakan tentang pelaku dosa besar. Setiap pelaku dosa besar menurut Mu’tazilah berada di posisi tengah antara mukmin atau kafir, jika pelakunya meninggal dunia dan belum sempat bertaubat, ia akan dimasukan kedalam neraka selama-lamanya. Walawpun demikian siksaannya lebih ringan dari siksaan orang kafir. Setiap pelaku dosa besar Dalam perkembangannya beberapa tokoh Mu’tazilah, seperti Wasil bin Atha dan Amr bin Ubaid memperjelas dengan istilah bukan mukmin atau kafir.
7.      Tokoh, Latar Belakang, dan Pemikiran Kalam Jabariyah
Kata jabara yang berarti memaksa. Lebih lanjutnya Asy-Syahratsan menegaskan bahwa paham al jabar berarti menghilangkan perbuatan manusia yang sesungguhnya dan menyadarkan kepada Allah. Dengan kata lain manusia mengerjakan dalam keadaan terpaksa tunduk pada Allah.
Faham al jabar telah muncul sejak awal periode islam. Namun al jabar sebagai suatu pola pikir atau aliran yang dianut, dipelajari, dan dikembangkan baru terjadi pada masa pemerintahan Daulah Bani Umayah.

8.      Tokoh, Latar Belakang, dan Pemikiran Kalam Qodariyah
Qodariyah berasal dari bahasa Arab yaitu dari kata qadara yang artinya kemampuan dan kekuatan. Adapun menurut pengertian terminologi qodariyah adalah suatu aliran yang percaya bahwa segala tindakan manusia tidak diintervensi oleh Tuhan. Aliran ini berpendapat bahwa tiap-tiap orang adalah pencipta bagi segala perbuatannya. Sebutan Qodariyah sudah melekat kaum sunni yang percaya bahwa manusia mempunyai kebebasan berkehendak.
Menurut Ahmad Amin ada ahli teologi yang mengatakan bahwa qodariyah dimunculkan pertama kali oleh Ma’bad Al-Jauhani (seorang taba’I yang dapat dipercaya dan pernah berguru pada Hasan Al-Basri) dan Ghailan Ad-Dimasyqy (seorang orator berasal dari Damaskus dan ayahnya menjadi maula Utsman bin Affan).
9.      Pemikiran Kalam Ulama Modern
1)      Syekh Muhammad Abduh
a.        Riwayat Singkat Muhammad Abduh
Syekh Muhammad Abduh nama lengkapnya Muhammad bin Abduh bin Hasan Khairullah. Dilahirkan di desa Mahallat Nashr Kabupaten Al- Buhairah, Mesir, pada tahun 1849 M. mula-mula Abduh dikirim ayahnya ke Mesjid Al-Ahmadi Tanta belakangan tempat ini menjadi pusat kebudayaan selain al-Azhar. Setelah 2 tahun disana, ia memutuskan untuk kembali kedesanya dan bertani seperti saudara-saudara dan kerabatnya. Pada saat umur 16 tahun, ia dikawinkan. Atas dorongan dan bimbingan pamannya, Syekh Darwis, akhirnya ia menyelesaikan studinya. Kemudian ia melanjutkan studi di Al-Azhar pada bulan Februari 1866 dan selesai pada tahun 1877 dengan gelar Alim, Abduh mulai mengajar di Al-Azhar, di Dar Al-Ulum dan dirumahnya sendiri. Pada tahun 1899, Abduh diangkat menjadi Mufti Mesir. Kedudukan tinggi itu dipegangnya sampai ia meninggal dunia. Beliau wafat pada tanggal 11 juli 1905 di Alexandria. Setelah banyak mewarisi peninggalan berharga bagi generasi selanjutnya. Pembaharuan dalam pemikiran keislaman serta perbaikan dibidang politik dan ekonomi.
b.    Pemikiran-Pemikiran Kalam Muhammad Abduh
a)    Kedudukan akal dan fungsi wahyu
Ada dua pendapat persoalan pokok yang menjadi fokus utama pemikiran Abduh, yaitu :
-          Membebaskan akal pikiran dari belenggu-belenggu taqlid yang menghambat perkembangan pengetahuan agama yakni dengan memahami langsung dari sumber pokoknya, Al-Qur’an.
-          Memperbaiki gaya bahasa Arab, baik yang digunakan dalam percakapan resmi di kantor-kantor pemerintah maupun dalam tulisan-tulisan di media masa.
b)     Kebebasan manusia dan fatalisme
Bagi Abduh, disamping mempunyai daya pikir, manusia juga mempumyai kebebasan memilih, yang merupakan sifat dasar alami yang ada dalam diri manusia, namun tidak mempunyai kebebasan absolut.
c)      Sifat-sifat Tuhan
Harun Nasution melihat bahwa Abduh cenderung kepada pendapat bahwa sifat termasuk esensi Tuhan walaupun tidak secara tegas mengatakannya,
d)     Kehendak mutlak Tuhan. Tuhan tidak bersifat mutlak,
e)      Keadilan Tuhan
Sifat ketidak adilan Tuhan tidak dapat diberikan kepada Tuhan karena ketidakadilan tidak sejalan dengan kesempurnaan alam semesta.
f)      Antrofomorfisme
Tidak mungkin esensi dan sifat-sifat Tuhan mengambil bentuk tubuh atau ruh makhluk di alam ini.
g)     Melihat Tuhan
Kesanggupan melihat Tuhan hanya dianugerahkan kepada orang-orang tertentu di akhirat.

h)     Perbuatan Tuhan,
Wajib bagi Tuhan untuk berbuat yang terbaik bagi manusia.
2)      Sayyid Ahmad Khan
1.       Riwayat Singkat Sayyid Ahmad Khan
Sayyid Ahmad Khan lahir di Delhi pada tahun 1817. Menurut suatu keterangan, ia berasal dari keturunan Husein, cucu Nabi Muhammad SAW. Melalui Fatimah dan Ali. Neneknya, Sayyid Hadi, adalah pembesar istana pada zaman Alamghir II (1754-1759). Karya pertamanya adalah Asar As-Sanadid. Pada tahun 1878 ia juga mendirikan sekolah Mohammedan Anglo Oriental College (MAOC) di Aligarh yang merupakan karyanya yang paling bersejarah dan berpengaruh untuk memajukan umat Islam India.  
2.      Pemikiran Kalam Sayyid Ahmad Khan
Sayyid Ahmad Khan memiliki kesamaan pemikiran dengan Muhammad Abduh di Mesir-setelah Abduh berpisah dengan Jamaludin Al-Afghani dan kembali dari pengasingan. Hal ini dapat dilihat dari beberapa ide yang dikemukakannya, terutama tentang akal yang mendapat penghargaan tinggi dalam pandangannya. Meskipun demikian, sebagai penganut ajaran Islam yang taat dan percaya akan kebenaran wahyu, ia berpendapat bahwa akal bukanlah segalanya dan kekuatan akal pun terbatas. Ia mempunyai faham yang sama dengan faham Qadariyah. Menurutnya manusia telah dianugerahi Tuhan berbagai macam daya, diantarnya adalah daya berpikir berupa akal, dan daya fisik untuk merealisasikan kehendaknya.
Sejalan dengan faham Qadariyah yang dianutnya, ia menentang keras faham taklid. Sebagai konsekuensi dari penolakannya terhadap taklid, Khan memandang perlu diadakannya ijtihad-ijtihad baru untuk menyesuaikan pelaksanaan ajaran-ajaran Islam dengan situai dan kondisi masyarakat yang senantiasa mengalami perubahan.
Dapat disimpulkan pemikiran-pemikiran kalam Sayyid Ahmad Khan, antara lain:
1.      Kedudukan Akal
Akal bukanlah segalanya dan kekuatan akal pun terbatas.
2.      Kebebasan Manusia
Manusia bebas untuk menentukan kehendak dan melakukan perbuatan.
3.      Sayyid Ahmad Khan menolak adanya taklid percaya adanya hukum alam.
3)      Muhammad Iqbal
1.  Riwayat Hidup Muhammad Iqbal
Muhammad Iqbal lahir di Sialkot pada tahun 1873. Ia berasal dari keluarga kasta Brahmana Khasmir. Ayahnya bernama Nur Muhammad yang terkenal saleh. Pada tahun 1895 ia pergi ke Lahore, salah satu kota di India yang menjadi pusat kebudayaan, pengetahuan dan seni. Di kota ini ia bergabung dengan perhimpunan sastrawan yang sering diundang musyara'ah, yakni pertemuan - pertemuan di mana para penyair membacakan sajak - sajaknya. Ini merupakan tradisi yang masih berkembang di Pakistan dan India hingga kini. Di kota Lahore ini, sambil melanjutkan pendidikan sarjananya ia mengajar filsafat di Government College. Pada tahun 1897 Iqbal memperoleh gelar B.A., kemudian ia mengambil program M.A. dalam bidang filsafat. Pada saat itulah ia bertemu dengan Sir Thomas Arnold orientalis Inggris yang terkenal yang mengajarkan filsafat Islam di College tersebut. Antara keduanya terjalin kedekatan melebihi hubungan guru dan murid, sebagaimana tertuang dalam sajaknya Bang-I Dara.
Dengan dorongan dan dukungan dari Arnold, Iqbal menjadi terkenal sebagai salah satu pengajar yang berbakat dan penyair di Lahore. Sajak-sajaknya banyak diminati orang. Pada tahun 1905, ia belajar di Cambridge pada R.A. Nicholson, seorang spesialis dalam sufisme, dan seorang Neo-Hegelian, yaitu Jhon M.E.McTaggart. Iqbal kemudian belajar di Heidilberg dan Munich. Di Munich ia menyelesaikan doktornya pada tahun 1908 dengan disertasi, The Development of Metaphysics in Persia.( disertasi ini kemudian diterbitkan di London dalam bentuk buku, dan dihadiahkan Iqbal kepada gurunya, Sir Thomas Arnold ). 
Setelah mendapatkan gelar doktor, ia kembali ke London untuk belajar di bidang keadvokatan sambil mengajar bahasa dan kesusastraan Arab di Universitas London. Selama di Eropa Iqbal tidak pernah bosan menemui para ilmuwan untuk mengadakan berbagai perbincangan tentang persoalan-persoalan keilmuan dan kefilsafatan. Ia juga memperbincangkan Islam dan peradabannya. Di samping itu Iqbal memberikan ceramah dan berbagai kesempatan tentang Islam. Isi ceramahnya tersebut dipublikasikan dalam berbagai penerbitan surat kabar. Ternyata setelah menyaksikan langsung dan mengkaji kebudayaan Barat, ia tidak terpesona oleh gemerlapan dan daya pikat kebudayaan tersebut. Iqbal tetap concern pada budaya dan kepercayaannya.
Karya - karya Muhammad Iqbal : Asrar-i Khudi (Rahasia Pribadi, 1915), Bang-i Dara (Seruan dari Perjalanan, 1924), The Recunstruction of Relegious Thought in Islam, 1930), Payam-i Masyriq (Pesan dari Timur, 1923) dan lain-lain. Pada tahun 1935, ia jatuh sakit dan bertambah parah setelah istrinya meninggal dunia pada tahun itu pula, dan ia meninggal pada tanggal 20 April 1935.
2.      Pemikiran Kalam Muhammad Iqbal
Dibandingkan sebagai teolog, Muhammad Iqbal sesungguhnya lebih terkenal sebagai seorang filosof eksistensialisme. Sebagai seorang pembaharu, iqbal pun menyadari perlunya umat Islam untuk melakukan pembaharuan agar keluar dari kemundurannya. Katanya, kemunduran umat Islam disebabkan kebekuan umat Islam dalam pemikiran dan ditutupnya pintu ijtihad. Hal inilah yang dianggapnya sebagai penyimpangan dari semangta Islam, semangat dinamis dan kreatif. Lebih jauh ia menegaskan bahwa syariat pada prinsipnya tidak statis, tetapi merupakan alat untuk merespon kebutuhan indiviu dan masyarakat karena Oslam selalu mendorong terwujudnya perkembangan.
Islam dalam pandangan Iqbal menolak konsep lama yang mengatakan bahwa alam bersifat statis. Islam, katanya mempertahankan konsep dinamis dan mengakui adanya gerak perubahan dalam kehidupan social manusia. Oleh karena itu, manusia dengan kemampuan khudi-nya harus menciptakan perubahan. Besarnya penghargaan Iqbal terhadap gerak dan perubahan ini membawa pemahaman yang dinamis tentang Al-Qur’an dan hokum Islam. Tujuan diturunkannya Al-Qur’an, menurutnya adalah membangkitkan kesadaran manusia sehingga mampu menerjemahkan dan menjabarkan nas-nas Al-Qur’an yang masih global dalam realita kehidupan dengan kemampuan nalar manusia dan dinamika masyarakat yang selalu berubah inilah yang dalam rumusan fiqih disebut ijtihad.
Ijtihad disebut oleh Iqbal sebagai prinsip gerak dalam struktur Islam. Oleh karena itu, untuk mengembalikan semangat dinamika Islam dan membuang kekakuan serta kejumudan hukum Islam. Ijtihad harus dialihkan menjadi ijtihad kolektif.

a)        Hakikat Teologi
Secara umum ia melihat teologi sebagai ilmu yang berdimensi keimana, mendasarkan pada esensi tauhid (universal dan inklusivistik). Didalamnya terdapat jiwa yang bergerak berupa “persamaan, kesetiakawanan dan kebebas merdekaan”.
b)        Pembuktian Tuhan
Dalam pembuktian eksistensi Tuhan, Iqbal menolak argument kosmologis maupun ontologis. Ia juga menolak argument teleologis yang berusaha membuktikan eksistensi Tuhan yang mengatur ciptaan-Nya dari sebelah luar. Walaupun demikian, ia menerima landasan teleologis yang imanen (tetap ada). Jadi, Iqbal telah menafsirkan Tuhan yang imanen bagi alam.
c)        Jati Diri Manusia
Manusia hidup untuk mengetahui kepribadiannya serta menguatkan dan mengembangkan bakat-bakatnya, bukan sebaliknya, yakni melemahkan pribadinya, seperti yang dilakukan oleh para sufi yang menundukan jiwa sehingga fana dengan Allah.
d)        Dosa
Iqbal secara tegas menyatakan dalam seluruh kuliahnya bahwa Al-Qur’an menampilkan ajaran tentang kebebasan ego manusia yang bersifat kreatif. Allah telah menyerahkan tanggung jawab yang penuh risiko ini, menunjukkan kepercayaan-Nya yang besar kepada manusia. Maka kewajiban manusia adalah membenarkan adanya kepercayaan ini. Namun, pengakuan terhadap kemandirian (manusia) itu melibatkan pengakuan terhadap semua ketidaksempurnaan yang timbul dari keterbatasan kemandirian itu.
e)        Surga dan Neraka
Surga dan neraka, adalah keadaan, bukan tempat. Neraka, menurut rumusan Al-Qur’an adalah “api Allah yang menyala-nyala dan membumbung keatas hati”, pernyataan yang menyakitkan mengenai kegagalan manusia. Surga adalah kegembiraan karena mendapatkan kemenangan dalam mengatasi berbagai dorongan yang menuju kepada perpecahan. Tidak ada kutukan abadi dalam Islam. Neraka, sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an, bukanlah kawah tempat penyiksaan abadi yang disediakan Tuhan. Ia adalah pengalaman korektif yang dapat memperkeras ego sekali lagi agar lebih sensitive terhadap tiupan angin sejuk dari kemahamurahan Allah. Surga juga bahkan bukan merupakan tempat berlibur. Kehidupan itu hanya satu dan berkesinambungan.
10.   Ilmu kalam masa kini
        a.      Ismail Al-Faruqi
1.      Riwayat Singkat Ismail Al-Faruqi
Ismail Raji Al-Faruqi, lahir pada tanggal 1 Januari 1921 di Jaffa Palestina. Pada tahun 1941, Al-Faruqi mengambil kuliah filsafat di American University, Beirut. Setelah tamat dan meraih gelar Bachelor of Arts, ia kemudian bekerja sebagai pegawai negeri sipil pada pemerintahan Inggris- yang memegang mandate atas Palestina ketika itu-selama empat tahun. Karena kepemimpinannya menonjol, pada usia 24 tahun, ia diangkat menjadi Gubernur Galilea.
Pada tahun 1949, Faruqi hijrah ke AS untuk melanjutkan kuliahnya. Ia mendapat gelar master filsafat dari Universitas Indiana. Dua tahun kemudian, gelar master filsafat kembali ia raih dari Universitas Harvard.
Kesempatan untuk menjadi kaya semakin terbuka baginya. Akan tetapi, hasrat dan bakat bisnis itu ditepisnya. Faruqi memilih kembali ke Universitas Indiana, dan pada tahun 1952 meraih Ph. D filsafat dengan disertasi berjudul On Justifiying the God: Metaphysics and Epistemology of Value.
Merasa kurang pengetahuannya mengenai Islam, walaupun sudah bergelar doctor, Faruqi lalu pergi ke Mesir. Selama tiga tahun, ia menyelesaikan pascasarjana di Universitas Al-Azhar. Selama 2 tahun (1959-1961) ia mengajar dan juga mempelajari etika Yahudi dan Kristen di Universitas McGill, Canada.
Pada tahun 1964, Faruqi kembali ke AS. Pertama-tama yang dia kerjakan adalah menjadi guru besar tamu pada Universitas Chicago dan Associate Profesor bidang agama pada Univesrsitas Syracuse. Lalu pada tahun 1968, hingga wafatnya, ia menjabat guru besar agama pada Universitas Temple. Bersamaan itu juga ia menjabat sebagai professor studi keislaman pada Central Institute of Islamic Research, Karachi.  
Faruqi tergolong pengajar yang humoris dan memiliki banyak cara untuk muridnya tidak merasa jenuh. Kuliah-kuliahnya mengenai Islam menjadikan iman dan sejarah Islam sebagai sesuatu yang hidup dikelas.
Sayyed Hussein Nasr, sarjana muslim yang juga mengajar diberbagai universitas di AS, menyebutnya sebagai “Sarjana muslim pertama yang mendedikasikan sepanjang hayatnya pada studi-studi Islam di AS dan menjadikan AS sebagai kediaman terakhirnya.”
Keaktifan Faruqi diberbagai kelompok studi Islam dan keterlibatannya dalam gerakan-gerakan Islam amat menonjol. Ia adalah tokoh dibalik pembentukan MSA, ISNA, AJISS, AMSS, IIIT, dan banyak lagi lembaga keislaman di AS.
Faruqi juga duduk sebagai penasihat diberbagai unversitas di dunia Islam dan ikut mendesain program studi Islam di Pakistan, India, Afrika Selatan, Malaysia, Libya, Saudi Arabia, dan Mesir. Juga di tempat-tempat terpencil Mindanao State University, Filipina dan Universitas Islam Kum, Teheran.
Dia menjadi dewan editorial pada sejumlah jurnal, menulis lebih dari 100 artikel diberbagai jurnal ilmiah, disamping mengarag dua puluh lima judul buku. Adapun The Cultural Atlas of Islam adalah salah satu karyanya yang merupakan hasil kerjasama dengan Prof. Lamya, istrinya.
2.      Pemikiran Kalam Ismail Al-Faruqi
Pemikiran Al-Faruqi tentang kalam dapat ditelusuri melalui karyanya yang berjudul, Tahwid: Its Implications for Thought and Life (Edisi Indonesianya berjudul Tauhid). Al-Faruqi menjelaskan hakikat tauhid sebagai berikut:
a)   Tauhid sebagai inti pengalaman agama
b)   Tauhid sebagai pandangan dunia
c)    Tauhid sebagai intisari Islam
d)   Tauhid sebagai prinsip sejarah
e)    Tauhid sebagai prinsip pengetahuan
f)     Tauhid sebagai prinsip metafisika
g)   Tauhid sebagai prinsip etika
h)   Tauhid sebagai prinsip tata sosial
i)     Tauhid sebagai prinsip ummah
j)     Tauhid sebagai prinsip keluarga
k)    Tauhid sebagai prinsip tata politik
l)     Tauhid sebagai prinsip tata ekonomi
m) Tauhid sebagai prinsip estetika
b.      Hasan Hanafi
1.      Riwayat Singkat Hasan Hanafi
Hanafi dilahirkan pada tanggal 13 Februari 1035 di Kairo. Ia berasal dari keluarga musisi. Pendidikannya diawali pada tahun 1948 dengan menamatkan pendidikan tingkat dasar, dan melanjutkan studinya di Madrasah Tsanawiyah Khalil Agha, Kairo yang diselesaikannya selama empat tahun. Semasa di Tsanawiyah, ia aktif mengikuti diskusi kelompok Ikhwan Al-Muslimin. Oleh karena itu, sejak kecil ia telah mengetahui pemikiran yang dikembangkan kelompok itu dan aktivitas sosialnya. Hanafi tertarik juga untuk mempelajari pemikiran Sayyid Qutb tentang keadilan social dalam Islam. Ia berkonsentrasi untuk mendalami pemikiran agama, revolusi, dan perubahan social.
Dari sekian banyak tulisan atau karya Hanafi, Kiri Islam (Al-Yasar Al-Islami) merupakan salah satu puncak sublimasi pemikirannya semenjak revolusi 1952. Kiri Islam, meskipun baru memuat tema-tema pokok dari proyek besar Hanafi, karya ini telah menformulasikan satu kecenderungan pemikiran yang ideal tentang bagaimana seharusnya sumbangan agama bagi kesejahteraan umat manusia.
2.      Pemikiran Kalam Hasan Hanafi
a)        Kritik terhadap teologi tradisional
-          Teologi tradisional tidak dapat menjadi sebuah pandangan yang benar–benar hidup, dan memberi motivasi tindakan dalam kehidupan konkret ummat manusia.
-          Kegagalan para teolog tradisional disebabkan oleh sikap para penyusun teologi yang tidak mengaitkannya dengan kesadaran murni dan nilai-nilai perbuatan manusia.
b)        Rekonstruksi teologi
-          Tujuan rekontruksi teologi Hanafi adalah menjadikan teologi menjelma sebagai ilmu tentang pejuang sosial yang menjadikan keimanan-keimanan tradisional memiliki fungsi secara aktual sebagai landasan etik dan motivasi manusia.
c.       H.M. Rasyidi
1.      Sekilas tentang H.M. Rasyidi
Dalam konteks pertumbuhan kajian akademik Islam di Indonesia, orang akan sulit mengesampingkan kehadiran H.M. Rasyidi, lulusan lulusan lembaga pendidikan tinggi Islam di Mesir yang melanjutkan ke Paris, dan kemudian memperoleh pengalaman mengajar di Kanada. Lepas dari retorika-retorika anti baratnya, orang tak akan luput mendapati bahwa hamper keseluruhan konstruksi akademiknya dibangun atas dasar unsure-unsur yang ia dapatkan dari Barat. Tegasnya kaum orientalis darpada lainnya. Ia daalah intelektual Indonesia yang paling banyak memperoleh tidak hanya perkenalan, tetapi juga penyerapan ramuan-ramuan intelektual dari gudang orientalisme. Dialah yang berpengaruh dalam usaha mengirimkan para lulusan IAIN atau sarjana lainnya ke Montreal sehingga banyak orang yang benar-benar harus berterimakasih kepadanya. Dan apa yang telah dirintisnya itu kemudian diteruskan dalam skala yang lebih besar dan penuh harapan oleh Munawir Sjadzali.
H. Mohamad Rasjidi (Kotagede, Yogyakarta, 20 Mei 1915 - 30 Januari 2001) adalah mantan Menteri Agama Indonesia pada Kabinet Sjahrir I dan Kabinet Sjahrir II.Fakultas Filsafat, Universitas Kairo, Mesir (1938) Universitas Sorbonne, Paris (Doktor, 1956) Guru pada Islamitische Middelbaare School (Pesantren Luhur), Surakarta (1939-1941) Guru Besar Fakultas Hukum UI Direktur kantor Rabitah Alam Islami, Jakarta Karya Koreksi terhadap Dr. Harun Nasution tentang Islam ditinjau dari berbagai aspeknya, Bulan Bintang, 1977, Strategi Kebudayaan dan Pembaharuan Pendidikan Nasional, Media Dakwah, 1979. Kebebasan Beragama, Media Dakwah, 1979. Janji-janji Islam, terjemahan dari Roger Garandy, Bulan Bintang, 1982.
2.      Pemikiran Kalam H.M. Rasyidi
Pemikiran kalam Rasjidi dapat ditelusuri dari kritikan-kritikan yang dialamatkan kepada Harun Nasution dan Nurcholis Madjid. Pemikiran kalam beliau banyak yang berbeda dari beberapa tokoh seangkatannya. Tentang Ilmu kalam, ia membedakannya dengan teologi. Menurutnya teologi berarti ilmu ketuhanan yang kemudian mengandung beberapa aspek ajaran Kristen yang diluar kepercayaan sehingga teologi kristen tidak sama dengan tauhid atau ilmu Kalam. Tentang akal, beliau berpendapat bahwa akal tidak mampu mengatahui baik dan buruk, hal ini dapat dibuktikan dengan munculnya aliran eksistensialisme sebagai reaksi terhadap aliran rasionalisme dalam filsafat barat. Dengan menganggap akal dapat mengetahui baik dan buruk berarti juga meremehkan ayat-ayat al Qur’an. Pemikiran H.M Rasydi ini sedikit banyaknya mengarah kepada pemikiran Al Maturdiyah yang banyak dianut di Indonesia.
Secara garis besar pemikiran kalamnya dapat dikemukakan sebagai berikut.
a)   Tentang perbedaan ilmu kalam dan teologi
                 Tentang perbedaan ilmu kalam dan teologi Ilmu kalam adalah teologi Islam dan teologi adalah ilmu kalam Kristen Kata teologi kemudian mengandung beberapa aspek agama Kristen, yang di luar kepercayaan (yang benar), sehingga teologi dalam Kristen tidak sama dengan tauhid atau ilmu kalam.
b)   Tema-tema ilmu kalam
                 Deskripsi aliran-aliran kalam yang sudah tidak relevan lagi dengan kondisi umat Islam sekarang, khususnya di Indonesia. Menonjolkan perbedaan pendapat antara Asy’ariyah dan Mu’tazilah akan melemahkan iman para mahasiswa.
c)    Hakikat iman
Iman bukan sekedar menuju bersatunya manusia dengan Tuhan, tetapi dapat dilihat dalam dimensi kontekstual atau hubungan manusia dengan manusia, yaitu hidup dalam masyarakat.
d.      Harun Nasution
1.      Riwayat Hidup Harun Nasution
Harun Nasution lahir di Pematang Siantar, Sumatera Utara, pada hari Selasa 23 September 1919. Ayahnya Abdul Jabar Ahmad, adalah seorang ulama yang mengetahui kitab-kitab Jawi. Pendidikan formalnya dimulai di sekolah Belanda HIS (Hollandsche Indlansche School) dan lulus pada tahun 1934. Pada tahun 1937, lulus dari Moderne Islamietische Kweekschool. Ia melanjutkan pendidikan di Ahliyah Universitas Al-Azhar pada tahun 1940. Dan pada tahun 1952, meraih gelar sarjana muda di American University of Cairo.Harun Nasution menjadi pegawai Deplu RI di Brussels dan Kairo pada tahun 1953-1960. Dia meraih gelar doktor di Universitas McGill di Kanada pada tahun 1968. Selanjutnya, pada 1969 menjadi rektor di IAIN Syarif Hidayatullah dan UNJ. Pada tahun 1973, menjabat sebagai rektor IAIN Syarif Hidayatullah. Harun  Nasution wafat pada tanggal 18 September 1998 di Jakarta. Harun Nasution dikenal sebagai tokoh yang memuji aliran Muktazilah (rasionalis), yang berdasar pada peran akal dalam kehidupan beragama. Dalam ceramahnya, Harun selalu menekankan agar kaum Muslim Indonesia berpikir secara rasional. Harun Nasution juga dikenal sebagai tokoh yang berpikiran terbuka. Ketika ramai dibicarakan tentang hubungan antar agama pada tahun 1975, Harun Nasution dikenal sebagai tokoh yang berpikiran luwes lalu mengusulkan pembentukan wadah musyawarah antar agama, yang bertujuan untuk menghilangkan rasa saling curiga. Beberapa buku yang pernah ditulis oleh Harun Nasution antara lain : Akal dan Wahyu dalam Islam (1981), Filsafat Agama (1973), Islam Rasional (1995) dan Sejarah Pemikiran dan Gerakan (1975).
2.      Pemikiran Kalam Harun Nasution
a)        Peranan akal
Secara garis besar pemikiran Harun Nasution mengarah kepada pemikiran Muktazillah yang menunut kepada peranan akal dalam kehidupan manusia. Berkenaan dengan akal ini, Harun Nasution menulis demikian “Akal melambangkan kekuatan manusia. Karena akallah, manusia mempunyai kesanggupan untuk menaklukkan kekuatan makhluk lain sekitarnya. Bertambah tinggi akal manusia, bertambah tinggilah kesanggupannya untuk mengalahkan makhluk lain. Bertambah lemah kekuatan akal manusia, bertambah rendah pulalah kesanggupannya menghadapi kekuatan-kekuatan lain tersebut.Hal ini dasarkan ada kenyataan bahwa Islam memberikan kedudukan yang tinggi terhadap peranan akal dalam kehiduapn manusia untuk perkembangan ilmu pengetahuan, kebudayaan, dan keagamaan Islam.
b)        Pembaharuan teologi
Menurut Harun Nasution, umat Islam hendaklah mengubah teologi mereka menuju teologi yang berwatak free-will, rasional, serta mandiri. Tidak heran jika teori modernisasi ini selanjutnya menemukan teologi dalam khasanah Islam klasik sendiri yakni teologi Mu’tazilah.
c)        Hubungan akal dan wahyu
Salah satu focus pemikiran Harun Nasution adalah hubungan antara akal dan wahyu. Ia menjelaskan bahwa hubungan wahyu dan akal memang menimbulkan pertanyaan, tetapi keduanya tidak bertentangan. Akal mempunyai kedudukan yang tinggi dalam Al-Qur’an.Orang yang beriman tidak perlu menerima bahwa wahyu sudah mengandung segala-galanya.Wahyu bahkan tidak menjelaskan semua permasalahan keagamaan.
Akal tetap tunduk kepada teks wahyu.Teks wahyu tetap dianggap benar.Akal dipakai untuk memahami teks wahyu dan tidak untuk menentang wahyu.Akal hanya memberi interpretasi terhadap teks wahyu sesuai dengan kecenderungan dan kesanggupan pemberi interpretasi.Yang dipertentangkan dalam sejarah pemikiran Islam sebenarnya bukan akal dengan wahyu, tetapi penafsiran tertentu dari teks wahyu dengan penafsiran lain dari teks wahyu itu juga. Jadi, yang bertentangan sebenarnya dalam Islam adalah pendapat akal ulama tertentu dengan pendapat akal ulama lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar